Kekerasan dan Komunikasi

Kekerasan akan selalu meninggalkan trauma dan pengalaman buruk bagi korbannya. Kekerasan juga tidak pernah berhenti pada satu titik, tanpa menimbulkan kekerasan yang lain. Bagai spiral, kekerasan akan silih berganti.

              Kekerasan dapat bermula dari hal yang sepele. Berbalas komentar di media sosial, berlanjut dengan saling ejek dan saling caci, berujung petengkaran. Jika pertengkaran verbal menemui jalan buntu, maka terjadilah kekerasan fisik.

              Sektor domestik juga menyumbang potensi terjadinya kekerasan. Hubungan anggota keluarga yang tidak harmonis dapat menciptakan kekerasan. Masalah pembagian warisan dalam keluarga pun acapkali diwarnai kekerasan.

              Dunia politik tak kalah sengit. Perebutan kekuasaan; termasuk mempertahankan kekuasaan penuh drama kekerasan. Bahkan hanya karena perbedaan pilihan politik dalam Pemilu, orang menjadi bermusuhan dan melakukan tindak kekerasan.

              Agama yang semestinya menjadi simbol kedamaian dan kesucian tak luput dari tindakan kekerasan. Atas nama agama, demi keyakinan terhadap kepercayaan, orang bisa menjadi gelap mata. Banyak kasus kekerasan yang disebabkan oleh klaim penistaan agama maupun pembangunan tempat ibadah umat beragama.

              Kekerasan seolah sudah menjadi bagian dari “budaya” masyarakat Indonesia. Nyaris setiap hari terjadi kekerasan berupa tawuran di berbagai daerah. Pemicunya bermacam-macam. Pelakunya pun bukan hanya orang kampung, tetapi juga kaum terpelajar di sekolah dan di kampus.

              Mengapa kekerasan demi kekerasan terus terjadi? Apakah masyarakat sudah kehilangan kewarasan untuk berbuat baik? Apakah orang sudah kehabisan cara untuk berkomunikasi dalam menyelesaikan masalah? Ataukah kekerasan itu sendiri bagian dari komunikasi?

Penyebab Kekerasan

              Latar belakang orang melakukan kekerasan bermacam-macam. Secara gamblang, Franz Magnis Suseno ( 2000) menyebut empat hal yang menyebabkan orang harus mengekspresikan kemarahan dan keputusasaannya dengan kekerasan.

              Pertama, transformasi dalam masyarakat. Modernisasi dan globalisasi dituding sebagai biang ketegangan dalam masyarakat. Disorientasi, dislokasi, dan disfungsionalisasi terjadi dari masyarakat tradisional ke pasca tradisional. Dan ini menimbulkan ancaman ekonomis, psikologis, serta politis.

              Cara-cara komunikasi tradisional untuk mengelola konflik pada masyarakat yang majemuk tidak lagi efektif. Kecenderungan yang terjadi justru primordialistik ke dalam dibarengi dengan agresivitas ke luar. Modernisasi dan globalisasi tak mampu berefek positif, tak dapat memberi jaminan rasa sejahtera dan keadilan.

              Kedua, akumulasi kebencian dalam masyarakat. Tekanan kehidupan dalam masyarakat menimbulkan akumulasi kebencian. Apalagi ditambah dengan tendensi eksklusifitas dalam agama maupun suku. Tendensi ini akan membuat orang mudah terprovokasi untuk melakukan kekerasan atas nama agama maupun suku.

              Penyebab ketiga timbulnya kekerasan adalah masyarakat yang sakit. Gesekan-gesekan kecil mudah memicu tindak kekerasan. Bagaimana masyarakat tidak sakit, jika setiap pertandingan sepak bola mengandung resiko letupan kekerasan? Orang yang berhutang justru melakukan kekerasan kepada pemberi hutang. Itulah masayarakat yang sakit.

              Keempat, Orde Baru sebagai institusionalisasi kekerasan. Orde Baru dengan perangkat kekuasaannya memiliki kemampuan untuk membujuk dan mengintimidasi. Konflik sosial dipecahkan tidak  melalui komunikasi yang rasional dan dialogis, melainkan dengan kekuasaan, kooptasi, intimidasi, ancaman, dan penindasan.

              Apa pun yang ditetapkan penguasa harus diterima rakyat tanpa kompromi. Rakyat semakin sering menjadi korban pembangunan. Maka yang terjadi adalah akumulasi rasa kecewa, marah, benci, dan dendam.

              Kontribusi Media

              Media kerap dianggap sebagai faktor eksternal penyumbang kekerasan. Lebih dari 25 tahun yang lalu banyak pihak yang sudah memprediksi bahwa media seperti televisi sangat potensial membentuk perilaku orang. Kekerasan yang ditampilkan di media menularkan kekerasan dalam kehidupan.

              Banyak studi komunikasi yang mencatat, bahwa kekerasan dalam media menimbulkan efek agresi pada khalayaknya. Studi itu menunjukkan hubungan antara kekerasan yang tampil di layar kaca dengan perilaku kekerasan ( Nina M.Armando, 2000).

              Kekerasan bukan hanya muncul dalam film laga produksi luar negeri. Sinetron Indonesia pun sarat dengan adegan kekerasan, baik kekerasan verbal maupun fisik. Film yang dikonsumsi untuk anak-anak juga diwarnai adegan kekerasan. Bahkan acara hiburan pun kadang menampilkan guyonan yang menjurus pada kekerasan.

              Internet yang digadang-gadang menjadi sarana komunikasi dan informasi yang cepat dan masif, ternyata justru sering menjerumuskan orang untuk melakukan kekerasan. Melalui internet orang dapat mengakses informasi apa pun.

              Melalui internet pula orang hidup dalam dunia maya yang serba beragam kontennya. Sebagian orang tercerahkan dan tergembirakan. Namun ada sebagian juga yang tersesatkan dan hidup di bawah bayang-bayang kekerasan.

              Orang dapat belajar apa saja dari internet tanpa perlu mengeluarkan banyak biaya. Dalam beberapa kasus, internet dapat mengajarkan kekerasan. Mulai dari tutorial menyerang orang lain, cara merakit bom; bahkan lebih miris, internet juga diduga menjadi pemicu orang untuk bunuh diri.

              Dunia saat ini sedang disuguhi tontonan nyata kekerasan setiap hari. Perang dijadikan alasan untuk merebut kekuasaan. Tidak peduli jutaan orang jadi korban kekerasan oleh negara. Tak ada komunikasi. Tak ada dialog. Karena perang dan kekerasan itu sendiri dijadikan media komunikasi.

              Maka tantangan besar bagi manusia adalah bagaimana ia dapat menaklukkan diri sendiri tanpa kekerasan. Tanpa amarah. Tanpa dendam dan kebencian. Sehingga dunia tidak dijejali oleh hasrat manusia untuk berbuat kekerasan.

                                                                        ***

Wisata Edukasi untuk Generasi Alpha dan Z

Persaingan sektor pariwisata di Indonesia belakangan ini cukup menggembirakan. Beberapa daerah di Tanah Air berpacu untuk menawarkan objek dan daya tarik wisatanya. Itu semua karena pariwisata dipandang mampu mendongkrak pendapatan asli daerah.

              Wisata edukasi menjadi salah satu pilihan produk wisata yang banyak dikembangkan di daerah. Wisata edukasi adalah konsep dan kegiatan yang memadukan unsur rekreasi atau wisata dengan unsur muatan pendidikan.

Wisata edukasi atau eduwisata merupakan perpaduan antara berwisata dengan muatan pendidikan di setiap objek dan atraksi wisata. Dapat dikatakan, eduwisata adalah berwisata sambil belajar atau belajar sambil berwisata.

              Dampak positif wisata edukasi antara lain dapat berupa rasa cinta terhadap bangsa dan negara serta menambah pengetahuan tentang berbagai sumber daya alam, sosial, ekonomi, maupun budaya bagi wisatawan. Melalui wisata edukasi dapat dikenalkan nilai-nilai luhur perjuangan bangsa serta keragaman budaya nusantara.

              Selain itu wisata edukasi juga dapat mendorong sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam menjaga dan melestarikan alam, lingkungan, dan warisan sosial budaya. Wisata edukasi juga  dapat menumbuhkan pusat-pusat kegiatan sosial budaya di daerah.

              Tidak hanya itu, wisata edukasi juga dinilai memiliki manfaat secara ekonomi, yaitu dapat turut mendongkrak pendapatan nasional dan daerah dari sektor pariwisata mengingat tingginya jumlah pelajar di Tanah Air. Selain itu, wisata edukasi juga dinilai dapat memacu tumbuhnya industri dan ekonomi kreatif di daerah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

              Bentuk Kegiatan

              Secara kognitif, wisata edukasi sebagai media pengenalan objek dan atraksi yang mengandung unsur pendidikan. Misalnya mengunjungi perkebunan, sawah, museum, kebun binatang, peternakan, dan pusat kerajinan. Sementara secara afektif, eduwisata akan menumbuhkan rasa memiliki, rasa kagum pada flora fauna serta peninggalan sejarah, serta rasa cinta pada bangsa, negara, dan tanah air Indonesia.

              Sedangkan secara psikomotorik, wisata edukasi dapat dimanfaatkan untuk melakukan sesuatu yang biasa dilakukan masyarakat setempat. Misal, memetik buah di objek agrowisata, menamam padi di sawah, memberi makan satwa, memerah susu di peternakan, serta belajar membuat kerajinan tangan di pusat kerajinan.

              Wisata edukasi bisa dilakukan sebagai bentuk ekstrakurikuler sekolah maupun bagian dari Rencana Pembelajaran Semester (RPS), mulai dari SD hingga SMA; bahkan perguruan tinggi. Dengan demikian ada alokasi waktu yang disediakan dalam proses belajar mengajar untuk siswa berada di luar kelas. Oleh sebab itu, wisata edukasi sangat cocok bagi wisatawan generasi Z dan Alpha yang masih berada di bangku sekolah atau kuliah.

              Bentuk kegitan wisata edukasi bisa bersifat dalam ruang (indoor) maupun luar ruang (outdoor). Wisata edukasi dalam ruang dapat dilakukan di museum, laboratorium, galeri seni budaya, studio, gedung kesenian, dan teater.

Sedangkan di luar ruang dapat dilakukan di taman rekreasi, kebun binatang, perkebunan, hutan, danau, pantai, maupun tempat ibadah. Konser musik, festival seni, dan karnaval juga dapat dikemas sebagai wisata edukasi.

              Bentuk kegiatan wisata edukasi dapat disesuaikan antara bidang ilmu yang dipelajari generasi Z dan Alpha. Mereka yang sedang mempelajari sejarah dapat mengunjungi museum, candi, maupun monumen. Bagi mereka yang mempelajari ilmu biologi atau botani akan diajak ke taman, perkebunan, dan kebun binatang.

              Upaya

              Pemerintah daerah perlu memperbanyak jumlah wisata edukasi guna meningkatkan angka kunjungan wisatawan. Pemerintah daerah juga perlu merancang dan menambah paket eduwisata di daerahnya,. Pasalnya, wisata edukasi pada saat ini makin banyak diminati. Apalagi jumlah pelajar di Tanah Air mencapai lebih dari 39 juta siswa.

              Konsep wisata edukasi perlu ditingkatkan sebagai alternatif destinasi yang dapat menarik minat wisatawan khususnya generasi muda. Pemerintah pusat maupun daerah serta pengelola objek wisata dan pihak terkait lainnya perlu berupaya meningkatkan promosi destinasi wisata edukasi, mulai dari sekolah-sekolah hingga promosi melalui media sosial.

              Pemerintah juga dapat mengupayakan agar wisata edukasi menjadi bagian dari kurikulum sekolah atau bagian dari proses belajar mengajar. Bahkan jika perlu, pemerintah dapat mencanangkan gerakan wisata edukasi secara nasional mengingat banyaknya manfaat positif dari kegiatan bermain sambil belajar bagi anak-anak.

Karena itu, konsep wisata edukasi perlu dirancang secara menyeluruh dengan melibatkan unsur pemerintah, pemangku kepentingan pariwisata, akademisi, termasuk juga pelaku pendidikan, agar tepat sasaran. Kendati demikian, para pihak terkait perlu secara terus menerus melakukan peningkatan dan pemuktahiran sarana dan prasarana di objek wisata tersebut. 

              Berwisata pada hakikatnya bukan sekadar pelesiran. Pariwisata juga bukan semata menikmati keindahan. Pariwisata adalah media pembelajaran bagi semua.

                                                                        ***

Membaca Disfungsi Komunikasi dalam Keluarga

Jika ada yang beranggapan bahwa keluarga adalah tiang negara, tentu sangat beralasan. Masa depan bangsa dan negara ditentukan oleh kualitas kehidupan keluarga di masyarakatnya.

              Banyak alasan mengapa keluarga begitu penting bagi setiap orang. Keluarga bukan semata kumpulan fisik orang-orang dalam satu kelompok. Keluarga lebih dipandang secara kualitatif sebagai fungsi pengembangan diri anggotanya.

              Keluarga juga dianggap sebagai muasal seseorang belajar berkomunikasi. Sejak berada dalam kandungan, seorang bayi sudah mulai berkomunikasi dengan ibunya. Ketika menginjak usia kanak-kanak, proses komunikasi terbangun bersama anggota keluarga lain. Berangkat dewasa hingga menikah pun seorang anak masih terikat komunikasi dengan keluarga.

              Ada yang berhasil menjalin komunikasi dengan baik bersama keluarga. Namun tidak sedikit yang gagal dalam berkomunikasi. Banyak contoh kasus kegagalan atau disfungsi komunikasi dalam keluarga lantaran berbagai sebab.

              Empty shell family adalah salah satu bentuk kehampaan komunikasi dalam sebuah keluarga. Secara sosiologis empty shell family menggambarkan kurangnya komunikasi di antara anggota keluarga. Perselisihan dan ketidaksepahaman sering terjadi yang mengakibatkan disharmoni dan disorganisasi keluarga.

              Kasus lain kerap terjadi dalam sebuah rumah tangga, baik orang biasa maupun pesohor. Terjadi perceraian setelah sekian tahun menjalani kehidupan berumah tangga. Salah satu alasan yang mengemuka adalah ketidakcocokan dan komunikasi yang buruk di antara pasangan.

              Dan celakanya, alasan buruknya komunikasi dijadikan dalih setelah mereka berumah tangga belasan tahun. Semestinya sudah sejak mereka saling mengenal, proses komunikasi sudah terbangun. Begitu pun dengan anggota keluarga yang setiap hari bertemu selayaknya sudah saling memahami. Meski begitu, disfungsi komunikasi tetap saja dijumpai dalam satu keluarga.

              Pola Komunikasi

              Masalah komunikasi keluarga sekecil apa pun memang harus dibenahi. Pola komunikasi dalam keluarga ikut menentukan model dan kualitas hubungan seluruh anggota keluarga. Widjanarko, dkk (2022) merinci pola komunikasi keluarga menjadi empat kategori.

              Pertama, pola komunikasi konsensual. Pola ini terdapat dalam keluarga yang memberi penekanan pada orientasi percakapan dan kecocokan. Orang tua dalam keluarga ini mendengarkan anaknya sekaligus memberikan pengertian tentang sikap tegas orang tua pada hal-hal tertentu demi kebaikan seluruh anggota keluarga.

              Kedua, pola pluralistik yang ditandai dengan keterbukaan dan tidak memaksakan kehendak. Orang tua pada keluarga ini tidak merasa harus mengontrol anak mereka dan memutuskan hal-hal apa saja yang harus dilakukan anak. Komunikasi berjalan secara terbuka terhadap semua gagasan anggota keluarga.

              Ketiga, komunikasi protektif. Pola ini menekankan pada kepatuhan terhadap wewenang orang tua. Peluang anak dan anggota keluarga untuk mengungkapkan gagasan dan pendapat sangat sedikit. Akibatnya, anggota keluarga dengan pola protektif sulit untuk belajar mempertahankan pendapat sendiri.

              Keempat, pola komunikasi laissez faire, yang ditandai dengan tingkat kepercayaan tinggi orang tua terhadap anak dalam pembuatan keputusan. Pola komunikasi seperti ini sering dianggap sebagai sebuah pembiaran interaksi, karena anggota keluarga tidak dilarang menentang pandangan orang tua. Kebebasan dalam berkomunikasi membuat pola ini dipandang kurang sesuai dengan karakteristik masyarakat komunal yang mengarusutamakan keluarga besar.

              Setiap keluarga memiliki pola komunikasi yang berbeda, karena pola tersebut hanyalah pemetaan terhadap komunikasi keluarga. Masing-masing pilihan pola komunikasi akan berimplikasi terhadap kualitas komunikasi keluarga. Dengan demikian, permasalahan yang timbul dalam keluarga juga dapat bersifat khas sesuai pola komunikasinya.

              Disfungsi Komunikasi

              Keluarga yang mengalami disharmoni dapat menghambat anggota keluarga dalam menjalankan peran sosialnya. Langkah awal yang perlu dipahami adalah dengan membaca semua hal yang berpotensi menyebabkan terjadinya disharmoni dan disfungsi komunikasi.

              Disfungsi komunikasi, menurut Widjanarko dkk (2022) dimanifestasikan dalam bentuk keengganan untuk menyimak, cara menyimak yang buruk, serta perbedaan orientasi dalam berinteraksi. Keengganan menyimak kerap terjadi dalam sebuah keluarga, pasangan kekasih, suami istri, antara anak dan orang tua, maupun antaranak.

              Seolah terbentang tembok yang tinggi membatasi hubungan anggota keluarga. Salah satu pihak tidak mau mendengarkan pihak lain. Akibatnya, prasangka selalu mewarnai komunikasi di antara anggota keluarga.

              Cara menyimak yang buruk juga menjadi salah satu pemicu disfungsi komunikasi dalam keluarga. Banyak orang yang tidak sungguh-sungguh dalam menyimak dan lebih sibuk bercerita dengan diri sendiri. Ketika terjadi situasi seperti ini, orang lain merasa bahwa pesan yang disampaikan tidak dianggap penting.

              Disfungsi komunikasi seringkali juga terjadi karena adanya perbedaan gaya berinteraksi. Komunikasi dalam keluarga yang berlangsung secara antarpribadi biasanya berorientasi pada penekanan hubungan dan penekanan pada substansi pesan. Anggota keluarga akan mencermati secara komprehensif dan efisen setiap pesan yang disampaiakan anggota lain.

              Ada suami yang berkecenderungan berinteraksi secara efisen, karena kesibukan dalam pekerjaannya. Sedangkan istrinya memiliki gaya interaksi yang komprehensif. Dia akan selalu mencermati setiap pesan suami sebelum memberikan respons. Kecenderungan orientasi komunikasi ini tentu perlu dipahami kedua pihak agar tidak terjadi pertengkaran dan disharmoni keluarga.

              Mengharap adanya kesamaan sikap, pandangan, dan perilaku anggota keluarga, sepertinya sulit. Mengingat setiap anggota keluarga meiliki karakter yang berbeda. Akan tetapi dengan komunikasi keluarga yang baik, perbedaan itu kiranya dapat teratasi.

Sebab, keluarga ibarat ranting di pohon. Semua tumbuh ke arah yang berbeda. Namun akarnya tetap sama.

                                                                        ***

“Luxury Tourism”: Wisata Mewah Wujudkan Mimpi

Pilihan wisata saat ini begitu beragam, baik dari segi destinasi, moda transportasi, akomodasi, dan pilihan paket wisata. Objek dan daya tarik wisata bisa berada di tengah kota, di tengah hutan, hingga lautan. Harga produk wisata pun beraneka, mulai pariwisata massal dengan harga murah sampai pariwisata mewah dengan harga selangit.

Wisata mewah atau pariwisata kemewahan (luxury tourism) sudah dikenal sejak dulu, namun kembali menjadi tren sejak tahun 2018  hingga sekarang. Saat ini wisata mewah muncul karena tingkat kompetisi yang tinggi di sektor pariwisata, perilaku wisatawan milenial, dan perkembangan teknologi.

Banyak bentuk wisata mewah yang berkaitan dengan tempat, destinasi, akomodasi, restoran, dan atraksi. Sesuai dengan namanya, wisata mewah memang lebih banyak dinikmati oleh wisatawan yang berkantong tebal seperti pengusaha, selebritis, dan figur publik lain. Itu semua karena harga paket luxury tourism memang sangat mahal.

Prospek wisata mewah sangat menjanjikan. Pasar wisata ini kian tahun kian semarak. Kemewahan dalam layanan yang ditawarkan merupakan impian wisatawan luxury tourism ini.  Semua bentuk wisata mewah merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi wisatawan. Sehingga dengan membeli produk wisata mewah, wisatawan dapat mewujudkan mimpinya.

Ragam Kemewahan

Wisata mewah sering dikaitkan dengan tempat tujuan wisata seseorang, baik di luar negeri maupun di negeri sendiri. Kemewahan dapat dilihat dari sisi harga dan pelayanan yang disuguhkan. Salah satu tempat yang biasa dikunjungi orang kaya dunia ada di Prancis dengan nama Saint Tropez. Kawasan pesisir ini banyak dikunjungi para pesohor dunia.

Indonesia juga banyak memiliki tempat wisata mewah. Selain Bali, wisata mewah di Indonesia bisa ditemukan di Lombok, Flores, Batam, Pulau sumba, Pulau Moyo, dan masih banyak tempat lain yang menjadi tujuan wisata mewah.

Destinasi wisata mewah berkaitan dengan keindahan alam yang membuat wisatawan seolah ada di alam mimpi. St Moritz di Swiss merupakan salah satu destinasi wisata mewah yang sering dikunjungi. Memiliki tempat yang mirip oasis, St Moritz juga memiliki area ski yang terkenal di dunia. Bahkan destinasi ini dijadikan lokasi syuting film James Bond.

Akomodasi wisatawan acapkali dijadikan ukuran kemewahan luxury tourism. Paket menginap wisatawan di satu hotel atau resort bervariasi mulai dari harga puluhan juta hingga ratusan juta. Beberapa hotel di Las Vegas, Bahama, dan Meksiko misalnya, harga kamar dibanderol dari harga 100 – 500 juta rupiah per malam. Indonesia juga memiliki banyak hotel baik di Jakarta maupun Bali yang memiliki harga kamar puluhan hingga ratusan juta per malam.

Restoran mewah dan atraksi spesial sudah pasti menjadi bagian dari wisata mewah. Wisatawan dimanjakan dengan mimpi indah tinggal di suatu resort dengan menikmati masakan yang khusus dibuat oleh chef ternama. Monako, misalnya; merupakan destinasi wisata mewah bagi wisatawan berkantong tebal. Selain kapal pesiar dan restoran berkelas dunia, wisatawan dapat menikmati kasino mewah.

Pengalaman

Bagiamana dengan wisatawan yang berkantong pas-pasan? Apakah mereka tidak dapat menikmati luxury tourism? Seiring dengan perkembangan, pariwisata mewah bukan hanya ditentukan pada nilai ekonomis atau harga paket wisata.

Dalam perspektif saat ini, wisata mewah lebih dimaknai pada kedalaman nilai berwisata melalui pengalaman yang didapat wisatawan. Dengan demikian, wisatawan biasa pun dapat menikmati kemewahan dalam berwisata.

Kemewahan dapat berupa pemanfaatan waktu, kemewahan pengalaman, kemewahan berinteraksi sosial. Kemewahan bukan hanya diukur secara materi, namun juga sosial budaya. Misalnya, ada yang beranggapan “Don’t go there, live there”. Untuk mendapatkan kemewahan sosial budaya, wisatawan bukan hanya mengunjungi satu destinasi, tetapi juga tinggal dan merasakan pengalaman kehidupan di destinasi tersebut.

Bagi generasi milenial, pariwisata kemewahan dapat diperoleh dengan mengunjungi destinasi yang natural serta mendapatkan pengalaman yang unik. Kemewahan bagi kaum milenial juga dapat berupa pelayanan yang berkonsep berkelanjutan serta transaksi wisata dengan memanfaatkan teknologi internet, baik untuk pembayaran paket wisata, hotel, pesawat maupun berbagi foto dan video.

Untuk meningkatkan angka kunjungan wisatawan, pemerintah di daerah perlu menciptakan gagasan kreatif dan inovatif untuk menawarkan paket wisata mewah di daerahnya. Paket mewah bisa dalam hal waktu, tempat, maupun event yang bercita rasa mewah, namun dengan harga murah. Seperti, makan malam di goa, di bibir sunggai, tepi danau, dan tepian sawah dengan menampilkan atraksi seni budaya dan kuliner khas daerah.

Ukuran wisata mewah sesungguhnya memang bukan hanya pada destinasi yang berbiaya tinggi. Destinasi biasa yang menyajikan sensasi kemewahan juga dapat mewujudkan mimpi bagi wisatawan.

                                                          ***

Komunikasi Terapeutik untuk Penyembuhan

Tidak sedikit orang yang mendadak merasa sembuh ketika berobat ke poliklinik atau rumah sakit, padahal belum diperiksa dokter. Ada juga orang yang  rawat inap di rumah sakit, namun hanya semalam ia merasa sudah sehat kembali dan minta segera pulang.

              Semua bisa saja terjadi. Salah satu faktor yang membuat seseorang merasa sembuh sebelum diperiksa dokter adalah proses komunikasi terapeutik antara tenaga kesehatan (Nakes) dan pasien. Komunikasi terapeutik akan meneguhkan sugesti yang ada dalam diri seseorang tentang kondisi kesehatannya.

              Persaingan ketat dalam bisnis kesehatan menuntut para pengelola klinik atau rumah sakit lebih profesional dalam melayani pasien. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memberi rasa nyaman kepada pasien selama menjalani pengobatan dan perawatan.

              Komunikasi menjadi kata kunci dalam memberikan kenyamanan kepada pasien. Mengingat setiap pasien yang datang berobat bukan hanya membawa beban fisik berupa penyakit yang dideritanya. Namun juga beban psikologis berupa kecemasan akibat penyakit yang diidapnya. Peran tenaga kesehatan, dokter, dan perawat adalah meringankan kedua beban itu dalam waktu bersamaan.

              Fungsi Terapeutik

              Pengelolaan rumah sakit saat ini mengalami kemajuan, baik dari segi infrastruktur maupun teknologi kesehatan. Kemajuan tersebut selayaknya dibarengi dengan peningkatan kualitas pelayanan kepada pasien. Salah satunya adalah dengan menerapkan komunikasi terapeutik.

              Komunikasi terapeutik memiliki fungsi penting dalam proses penyembuhan dan kesembuhan pasien. Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Siti Fatimah, 2022), komunikasi terapeutik memiliki empat fungsi. Pertama,  meningkatkan  kemandirian pasien melalui proses realisasi diri, penerimaan diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri.

              Kedua, terbentuknya identitas diri yang jelas dan rasa integritas yang tinggi. Ketiga, kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dan mencintai. Keempat, meningkatkan kesejahteraan pasien dengan menumbuhkan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik.

              Fungsi komunikasi terapeutik ini berkaitan dengan upaya mempengaruhi pasien, yakni pada usaha pertolongan, perawatan, penyembuhan, dan mengedukasi pasien. Komunikasi terapeutik  merupakan kolaborasi antara dokter, perawat, dan pasien secara profesional, bermoral, dan bertanggung jawab.

              Dikutip dari laman Bangunpendidikan.com 17/04/2023, dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik memiliki fungsi yang sangat penting bagi Nakes. Hubungan terapeutik antara Nakes dengan pasien membuat pasien merasa lebih nyaman dan percaya diri dalam menghadapi perawatan kesehatan.

 Komunikasi ini dapat meningkatkan kepercayaan dan kepatuhan pasien terhadap Nakes dan perawatan yang diberikan. Pasien yang merasa percaya dan nyaman dengan Nakes cenderung lebih patuh terhadap perawatan dan prosedur medis yang dilakukan.

Komunikasi terapeutik membantu Nakes dalam menjelaskan informasi medis yang kompleks dan memastikan bahwa pasien memahami kondisi kesehatannya dengan jelas. Hal ini dapat membantu pasien dalam mengambil keputusan yang tepat terkait perawatan dan pengobatan yang diperlukan.

Selain itu, komunikasi terapeutik ini dapat membantu pasien dalam mengatasi perasaan cemas atau takut yang mungkin terjadi saat menghadapi perawatan medis atau operasi. Dokter dan perawat dapat memberikan dukungan emosional dan memberikan informasi yang akurat dan jelas untuk membantu mengurangi kecemasan atau ketakutan pasien.

Komunikasi Nonverbal

Komunikasi terapeutik berkaitan erat dengan bentuk komunikasi verbal dan nonverbal. Secara verbal, tutur kata dan sapaan yang ramah, sopan, dan lembut dari dokter dan perawat akan menenangkan hati pasien. Sebaliknya, seorang Nakes yang judes, ketus, bahkan menakut-nakuti kondisi klinis; akan membuat pasien merasa penyakitnya semain parah.

Tak kalah penting dalam proses penyembuhan adalah pesan komunikasi nonverbal. Di antara sekian banyak bentuk komunikasi nonverbal, proksemik dan haptik dipandang sebagai faktor penting dalam komunikasi terapeutik.

Proksemik adalah komunikasi nonverbal yang berkaitan dengan pengaturan jarak. Arti penting proksemik sudah sejak lama ditulis Edward T. Hall dalam bukunya The Hidden Dimension (1966). Hall membagi jarak dalam empat kategori.

Pertama, jarak intim; yaitu 15 – 45 cm. Jarak ini biasanya dilakukan oleh orang-orang dekat, keluarga inti, atau sepasang kekasih. Kedua, jarak personal 45 – 120 cm. Jarak ini merupakan zona pribadi untuk percakapan dengan teman, rekan kerja, atau keluarga besar. Ketiga, jarak sosial 1,2 – 3,6 meter; diperuntukan bagi orang-orang yang baru dikenal atau kelompok baru. Keempat, jarak publik 3,6 – 7,5 meter, merupakan jarak ketika berhubungan dengan khalayak luas.

Dokter dan perawat tentu saja penting mempertimbangkan jarak komunikasi dengan pasien. Kalau pun tidak dalam jarak intim, para Nakes ini dapat berkomunikasi dalam jarak personal. Dengan demikian pasien akan merasa hubungan dengan mereka layaknya teman, rekan kerja, atau keluarga besar. Rasa nyaman dan tenang tentu saja akan dirasakan pasien, sehingga secara sugestif akan mempercepat kesembuhan.

Sebaliknya, Nakes yang berkomunikasi dengan mengambil jarak sosial akan membuat pasien merasakan hubungan yang terlalu jauh. Apalagi jika berkomunikasi dengan jarak publik, hubungan itu terasa semakin jauh.

Selain jarak, faktor sentuhan (touching) atau haptik (haptic) juga dapat membantu dalam proses penyembuhan pasien. Sentuhan dokter pada kepala, tangan, atau kaki pasien akan dipandang sebagai bentuk perhatian.

 Terutama pada pasien rawat inap yang sangat membutuhkan komunikasi terapeutik dalam bentuk haptik. Tentu saja dengan disertai ucapan yang tenang. Lembut, dan meyakinkan pasien bahwa penyakitnya akan segera sembuh.

Sayangnya, masih saja ada Nakes yang tidak menganggap penting haptik ini. Dengan berbagai alasan masing-masing, Nakes menjaga jarak cukup jauh dan tak mau menyentuh pasien. Hal ini dapat membuat pasien akan merasa sangat lama sembuh dari penyakitnya.

Komunikasi adalah upaya terapeutik untuk penyembuhan pasien; selain terapi berupa obat dan tindakan medis. Setiap pasien tentu ingin cepat sembuh. Karena tubuh yang sehat adalah kehendak setiap manusia.

                                                                        ***

Peluang Cuan dari “Sport Tourism”

Konser band Coldplay pada tanggal 15 November 2023 menciptakan kehebohan di Tanah Air. Selain pro dan kontra kehadiran band asal Inggris tersebut, konser telah berhasil menyedot 70 – 80 ribu penonton. Bahkan kamar hotel di sekitar Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, tempat penyelenggaraan konser itu penuh dipesan.

              Sebelumnya, pada tanggal 11-12 Maret 2023 di GBK juga diselenggarakan konser musik Blackpink. Grup vokal asal Korea Selatan itu menyedot 135.000 penonton. Banyak pihak yang diuntungkan dengan meraup cuan dari konser Blackpink.

              Begitu pun konser solo Suga BTS pada tanggal 26-26 Mei 2023. Diperkirakan grup band asal Korea Selatan ini ditonton oleh 30.000 orang. Bahkan personel gabungan TNI-Polri yang menjaga konser tersebut mencapai 1000 personel.

              Dari pagelaran konser musik tersebut dapat ditarik benang merah, bahwa untuk dapat berwisata orang tidak hanya harus ke pantai, bukit, dan taman rekreasi. Dalam perspektif pariwisata, hobi dan hiburan juga dapat dikemas untuk menangguk cuan.

              Sport Tourism

              Tak kalah dengan konser musik, gelaran olah raga internasional di Indonesia juga menebar cuan lumayan besar. Beberapa kali Indonesia mengadakan perhelatan olah raga yang banyak dikunjungi penonton, baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Oleh karenanya, olah raga dianggap sebagai tontonan dan hiburan yang dapat mendatangkan wisatawan.

              Olah raga sebagai produk wisata (sport tourism) dapat dicermati dari beberapa event yang digelar di Indonesia. Hajatan MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 18-20 Maret 2022 menyedot penonton 102.801 orang. Sedangkan MotoGP yang diadakan tanggal 13-15 Oktober 2023 menarik 102.929 penonton.

              Jumlah tersebut tentu saja sangat banyak, jika dikaitkan dengan jumlah kamar hotel yang tersedia di sekitar Mandalika. Menurut Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Nusa Tenggara Barat, okupansi hotel bintang lima saat MotoGP tahun 2022 sudah penuh terisi. Okupansi hotel 100 persen di daerah Lombok Barat, seperti Mandalika, Mataram, dan Senggigi (CNN, 5 Maret 2022).

              Begitu pula dengan Moto GP yang diselenggarakan tahun 2023. Tingkat okupansi hotel di kawasan Mandalika mencapai 97 persen. Sedangkan tingkat okupansi di wilayah penyangga, seperti Mataram dan Senggigi sebesar 95 persen (Pemprov NTB, 15 Oktober 2023). Dapat dibayangkan berapa besar aliran cuan yang beredar saat MotoGP berlangsung.

              Hajatan olah raga lain yang tak kalah penting dalam meraup cuan adalah Piala Dunia U-17 yang diselenggarakan pada tanggal 10 November hingga 2 Desember 2023. Kejuaran dunia sepak bola usia 17 tahun itu diadakan di empat kota, yaitu Jakarta, Bandung, Solo, dan Surabaya.

              Jumlah penonton di setiap laga mencapai 11 ribu orang. Jumlah tersebut telah melampaui target FIFA sebanyak 10 ribu penonton. Sepak bola sebagai olah raga favorit di Indonesia terbukti dapat menjadi tontonan dan hiburan banyak orang. Artinya, sepak bola dapat masuk dalam kategori wisata olah raga yang menguntungkan dari sisi ekonomis.

              Betapa tidak; jika diasumsikan dari masing-masing laga 25 persen adalah penonton dari luar kota tempat penyelenggaraan Piala Dunia U-17, maka terdapat peluang 2.750 orang yang akan menginap di kota tersebut. Kota Solo, misalnya, memiliki 4.500 kamar untuk hotel bintang dan nonbintang. Maka, jumlah penonton sepak bola itu dapat menyumbang 50 persen angka hunian hotel.

              Selain MotoGP dan sepak bola, banyak gelaran olah raga lain yang dapat menyedot penonton dalam jumlah banyak. Jika dikemas dengan baik, maka ajang olah raga itu dapat menjadi daya tarik wisata.

              Peluang Cuan

              Langkah awal yang perlu dilakukan agar wisata olah raga dapat berkembang adalah dengan melakukan pemetaan potensi di setiap daerah. Setelah itu perlu dirumuskan secara menarik dalam kalender wisata masing-masing daerah.

Setiap daerah di Indonesia punya kesempatan untuk mengembangkan wisata olahraga. Ditilik dari potensi alam, keragaman bentang alam nusantara membuat potensi wisata olahraga yang dimiliki Indonesia sangat besar. Baik yang digelar di jalanan, tebing, bukit, sungai, laut, hingga udara. Selain potensi alam, Indonesia juga memiliki budaya, dan SDM yang mendukung pengembangan tersebut.

Lewat pengembangan sport tourism di daerah, wisatawan yang datang tak hanya menikmati atraksi olahraga, tetapi juga melihat keragaman kebudayaan setempat. Hal ini menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung.

Banyak pihak yang diuntungkan, baik secara ekonomis maupun sosial budaya apabila daerah menggelar sport tourism. Ajang olahraga seperti marathon, balap sepeda, sepak bola, hingga MotoGP  diyakini efektif mendatangkan wisatawan mancanegara dari berbagai penjuru dunia.

Kasus MotoGP tahun 2023, hotel di seputaran Mandalika, NTB penuh terisi. Penonton pun memanfaatkan homestay yang dikelola masyarakat. Bahkan, banyak penonton yang rela menginap dengan menyewa tenda.

Tentu saja ini peluang cuan yang menyegarkan bagi masyarakat. Ribuan wisatawan yang datang ke Mandalika bukan hanya untuk menonton balap motor bergengsi itu saja. Mereka juga menikmati kuliner setempat serta pernak-pernik cinderamata khas MotoGP.

Menjadikan rumah penduduk sebagai homestay bukan hanya merupakan inovasi masyarakat dalam menyambut MotoGP, tetapi juga merupakan hak masyarakat untuk ikut menikmati ajang balap motor internasional itu di daerahnya.

Jangan sampai, hajatan olah raga prestisius itu hanya dinikmati oleh pengusaha hotel dan penginapan saja, sementara masyarakat hanya menjadi penonton di luar pagar arena balap. Oleh karenanya, pengembangan sport tourism harus memiliki prinsip berkeadilan dan menyejahterakan.

                                                                        ***

Komunikasi Struktural di Era Digital

Indonesia merupakan negara dengan masyarakat yang majemuk. Kemajemukan ini menghasilkan stratifikasi dalam berbagai dimensi kehidupan, mulai dari yang bercorak tradisional hingga modern.

              Stratifikasi tercermin dalam pola komunikasi masyarakat yang ditandai dengan cara dan gaya berkomunikasi sesuai strata orang di masyarakatnya. Dengan demikian, struktur sosial ikut membentuk pola komunikasi.

              Secara tradisional, struktur sosial di suatu masyarakat antara lain ditandai dengan adanya kasta, marga, atau pelapisan sosial lain. Ketika orang berada di lapisan sosial atas, maka kesantunan berkomunikasi menjadi lebih penting. Eufemisme lebih menonjol ketimbang substani.

              Sedangkan masyarakat yang ada pada lapisan sosial bawah mengabaikan kesantunan dalam berkomunikasi. Gaya komunikasi lebih bersifat egaliter. Substansi pesan lebih penting ketimbang kesantunan memilih kosa-kata berkomunikasi.

              Masyarakat modern ditandai dengan stratifikasi atas dasar pekerjaan, pangkat, dan jabatan. Komunikasi yang terbentuk akan menyesuaikan posisi seseorang dalam lapisan itu. Orang dengan pangkat bintara dalam kepolisian misalnya, akan berkomunikasi secara struktural kepada perwira atasannya. Sang polisi yang berpangkat bintara akan menyampaikan laporan itu dengan embel-embel “Siap Salah”.

              Struktur sosial masyarakat modern juga ditandai dengan lapisan ekonomi yang memiliki gaya komunikasi berbeda. Kaum sosialita merupakan lapisan ekonomi atas yang ditandai oleh kehidupan wanita yang glamour dan memiliki pola komunikasi terbatas pada komunitas mereka saja. Hanya untuk mengobrol yang remeh-temeh, mereka akan berkumpul di sebuah resort mewah atau berbincang di atas pesawat jet pribadi.

              Kampus sebagai entitas komunitas akademis tak luput dari adanya kasta. Stratifikasi bisa berdasarkan pangkat, golongan, maupun jabatan akademis. Guru besar atau profesor adalah “kasta” tertinggi di komunitas akademis.

              Gambaran kampus sebagai rumah besar yang bebas bagi penghuninya untuk berkomunikasi tidak selamanya benar, khususnya di Indonesia. Kampus juga memiliki tradisi tak tertulis untuk berkomunikasi dengan kasta yang lebih tinggi. Tidak heran jika seorang dosen biasa menyapa profesor dengan sebutan”Prof”; tidak cukup hanya menyebut nama.

              Ruang Personal

              Keragaman pola maupun gaya berkomunikasi memang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor personal, terutama pada masyarakat yang masih menjunjung tinggi etiket komunikasi, seperti Indonesia. Selain ucapan verbal, ekspresi nonverbal turut pula mewarnai pola komunikasi.

              Kesantunan dalam ruang personal sangat perlu ketika berkomunikasi. Tatkala berbicara di hadapan  keluarga ningrat atau bangsawan, rakyat biasa akan menjaga adab bicara dan membatasi gerakan anggota tubuh. Menghadap pimpinan di ruangan, seorang bawahan tidak akan duduk dengan posisi kaki disilang.

              Ruang personal ini sangat menyita energi dalam berkomunikasi. Terutama bagi mereka yang berada pada lapisan sosial bawah. Mereka beranggapan ada ketidakadilan dalam berkomunikasi. Namun secara kultural mereka tak mampu mendobrak ruang personal itu.

              Begitulah memang komunikasi interpersonal. Ketundukan pada adab, kepatuhan pada kesantunan komunikasi menjadi penting. Maka, ketika dalam debat televisi seorang calon wakil presiden muda mengolok-olok calon wakil presiden yang jauh lebih senior, masyarakat pun menilainya sebagai tidak beretika.

              Ruang Digital

              Berbeda dengan komunikasi interpersonal tatap muka yang tunduk pada hierarkhi struktural, komunikasi di ruang digital bersifat manipulatif. Kalau pun masih ada kesopanan dan kepatuhan, itu lantaran orang secara formal berada dalam struktur sosial yang lebih rendah dari orang lain.

              Komunikasi struktural di ruang digital bersifat ekspresif. Kesantunan tetap dijaga, tetapi dibarengi dengan simbol komunikasi visual yang ekspresif. Apalagi media sosial menyediakan berbagai fitur yang memungkinkan seorang bawahan misalnya, menambahkan emoticon dalam chat kepada atasan.

              Berkomunikasi di era digital meniadakan kendala keengganan orang untuk berinteraksi secara struktural. Jarak, tempat, dan waktu komunikasi lebih mudah secara digital ketimbang tatap muka interpersonal. Seorang bawahan dapat berkomunikasi secara digital dengan atasan di setiap tempat dan waktu.

Pegawai yang merasa sungkan untuk berkomunikasi tatap muka di rumah pimpinan dapat melakukannya secara digital di mana saja. Begitu pula seorang pimpinan bisa mengirim pesan terkait pekerjaan esok hari kepada bawahannya dari rumah saat malam telah tiba.

Keuntungan lain dari komunikasi di ruang digital adalah proses komunikasi yang tidak termonitor. Orang tidak dapat memantau ekspresi nonverbal orang lain; kecuali komunikasi melalui panggilan video.

Berkomunikasi dengan orang lain yang secara struktural lebih tinggi dapat dilakukan sambil melakukan aktivitas apa saja. Bahkan mengirim pesan chat, SMS, DM, maupun inbox dapat dilakukan sambil makan, tiduran, atau saat di toilet. Kesantunan yang harus dilakukan saat komunikasi tatap muka terabaikan dalam komunikasi di ruang digital.

Era digital memang telah menciptakan banyak pilihan bagi orang untuk berkomunikasi secara struktural. Namun tetap saja,  itu tak mampu melenyapkan struktur sosial  yang dinikmati banyak orang.

                                                                        ***

Pariwisata Regeneratif bagi Masa Depan

Tidak dapat dipungkiri, bahwa pembangunan dan pengembangan pariwisata di suatu negara selalu akan membawa dampak. Postifnya, pariwisata dianggap mendatangkan keuntungan ekonomi, devisa negara, maupun pendapatan nasional. Secara sosial, pariwisata juga dapat menciptakan lapangan kerja bagi penduduk.

              Dampak negatif pariwisata juga tidak dapat dihindari. Pariwisata sering dituding sebagai sumber terjadinya kerusakan lingkungan. Pencemaran air laut dan sungai, sampah, erosi tebing, dan abrasi pantai merupakan masalah lingkungan sebagai dampak buruk pariwisata.

              Mengantisipasi terjadinya dampak negatif pariwisata, beberapa negara menerapkan konsep pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism). Konsep ini bertujuan agar pengembangan pariwisata di satu destinasi berwawasan lingkungan dengan memperhatikan keberlanjutan. Bukan hanya secara ekologis, keberlanjutan juga diharapkan secara ekonomis, sosial, dan budaya.

              Sayangnya, konsep pariwisata berkelanjutan itu menjadi macan ompong, di atas kertas belaka. Perkembangan pariwisata sulit dikendalikan. Apalagi hasrat pembangunan pariwisata bukan hanya terjadi di kota-kota besar saja, tetapi juga merambah ke pelosok pedesaan.

              Kritik Berkelanjutan

              Konsep pariwisata berkelanjutan yang sebenarnya cukup ideal tidak dapat berjalan dengan baik. Hal ini terjadi di banyak negara, termasuk Indonesia. Eksploitasi terhadap lahan tetap terus terjadi atas nama pariwisata.

              Konflik kepentingan yang ditimbulkan oleh pengembangan pariwisata di daerah juga kerap terjadi. Lembaga sosial di desa sebagai representasi masyarakat yang mestinya sebagai pemilik sah pariwisata di daerah juga sering bertikai. Semua ingin berperan di garda depan pengelolaan pariwisata.

              Kucuran kue pariwisata pun tak begitu deras mengalir ke masyarakat. Sebab pariwisata yang seharusnya mendatangkan pemerataan kesejahteraan masyarakat di sekitar destinasi terganjal oleh kekuatan ekonomi yang datang dari luar.

              Atas dasar kenyataan itu, konsep pariwisata berkelanjutan mendapat kritik. Salah satu kritik dilontarkan oleh Bellato dkk ( dalam Yesaya Sandang, 2023). Bellato menyatakan, paradigma berkelanjutan dalam pariwisata menghasilkan perspektif yang melihat manusia tetap terpisah dari alam. Pariwisata tetap menciptakan hubungan persaingan antara manusia dengan alam maupun antara sesama manusia.

              Dimensi ekonomi masih tetap dominan dalam pembangunan pariwisata ketimbang dimensi sosial dan lingkungan. Dominasi sektor swasta dan pemerintah membuat kerangka kerja pariwisata bergerak dari atas ke bawah. Pariwisata berkelanjutan pada akhirnya menjadi rezim yang terpusat, terstandarisasi, dan tersegmentasi.

              Orientasi pembangunan pariwisata pada pertumbuhan ekonomi banyak menimbulkan masalah. Eksploitasi terhadap alam akibat dominasi perusahaan besar di sektor pariwisata sulit dikendalikan. Apalagi dalam beberapa kasus, pemerintah cenderung berpihak pada korporasi dibanding kepada masyarakat ketika terjadi sengketa pembangunan pariwisata.

              Satu masalah yang sulit dihindari juga dari pariwisata yang mengagungkan pertumbuhan ekonomi adalah over tourism. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke satu destinasi terlalu banyak. Dampaknya, pariwisata semakin tidak terkelola dan terkendali dengan baik. Kerusakan lingkungan dan kemerosotan kualitas hidup masyarakat adalah konsekuensinya.

              Pariwisata Regeneratif

              Menanggapi  tumpulnya konsep pariwisata berkelanjutan, muncul pariwisata regeneratif (regenerative tourism). Konsep pariwisata regeneratif dianggap melampaui pariwisata berkelanjutan. Bahkan pariwisata regeneratif dianggap sebagai solusi dengan fokus pada pemulihan, regenerasi lingkungan, dan peran masyarakat lokal.

              Dapat dikatakan, regenerative tourism merupakan evolusi dari konsep sustainable tourism dengan fokus yang lebih kuat pada restorasi dan pemulihan. Pariwisata regeneratif memiliki prinsip utama berupa keterlibatan komunitas, konservasi dan restorasi lingkungan, keberlanjutan ekonomi, serta pendidikan dan kesadaran (Nurdin Hidayah, 2023).

              Komunitas lokal perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan mendukung partisipasi mereka dalam manfaat ekonomi pariwisata. Kerusakan lingkungan perlu diperbaiki melalui kegiatan pemulihan, penghijauan, dan praktik keberlanjutan.

              Pariwisata regeneratif memastikan keberlanjutan kegiatan ekonomi lokal dengan mengurangi ketergantungan pada pariwisata massal dan memprioritaskan produk lokal lewat UMKM. Pemahaman tentang arti penting konservasi lingkungan perlu ditingkatkan kepada wisatawan dan penduduk lokal.

              Beberapa negara telah sukses menerapkan pariwisata regeneratif. Taman Nasional Bwindi di Uganda berhasil melindungi dan memulihkan populasi gorila gunung sambil memberdayakan komunitas lokal dan memastikan keberlanjutan ekonomi masyarakat. Negara lain yang sukses mengembangkan pariwisata regeneratif adalah Inggris, Slovenia, Kanada, dan Australia.

 Indonesia banyak memiliki potensi alam, sosial, dan budaya. Saatnya pariwisata regeneratif diterapkan, agar masa depan alam dapat dipertahankan, kehidupan sosial budaya terlestarikan, dan manfaat ekonomi dapat menyejahterakan masyarakat.

                                                                        ***

Media Komunikasi dan Hedonisme

Jagat hiburan Tanah Air diramaikan dengan tayangan permintaan istri seorang artis yang sedang hamil dan mengidam sesuatu. Permintaan itu bagi kebanyakan orang dianggap di luar nalar. Bukan permintaan aneh, tetapi mengidam untuk membeli sesuatu yang sangat mewah bagi orang biasa.

              Bayangkan, istri artis yang juga selebritis itu mengidam untuk dibelikan villa seharga 20 miliar rupiah. Selain itu dia juga pernah mengidam dan minta dibelikan pesawat helikopter. Suaminya yang tajir melintir itu pun menyanggupi permintaan istri tercintanya.

              Apakah suami itu memang hendak membuktikan kebenaran mitos mengidam? Mungkin saja tidak. Bisa jadi ia ngin menjadi bagian dari infotainmen yang menghibur pemirsanya. Atau boleh jadi ia hendak menyajikan hedonisme dalam tayangan media.

              Media komunikasi memang punya peran besar dalam menyuburkan hedonisme. Lihat saja tayangan televisi. Kenikmatan, kemewahan, dan gaya hidup orang berpunya dipertontonkan setiap hari. Mulai dari makanan, pakaian, rumah, dan kendaraan.

              Sebagian besar selebritis tahu betul, bahwa di era kekinian kehidupan pribadi tidak perlu disimpan rapat. Pamer harta dan kekayaan adalah tontonan yang disukai khalayak. Sekaligus promosi untuk tetap dikenal di panggung hiburan.

              Hedonisme

              Secara etimologis hedonisme berasal dari kata hedone, yang berarti kesenangan.  Hedonisme merupakan pandangan atau gaya hidup yang berfokus pada kesenangan dan kepuasan tanpa batas. Orang yang memiliki gaya hidup semacam ini disebut sebagai hedonis.

              Perilaku hedonis bukan baru muncul saat ini. Sejak masa filsuf Sokrates tahun 433 Sebelum Masehi, hedonisme sudah menjadi wacana. Adalah Aristippos yang menjawab pertanyaan Sokrates tentang tujuan akhir manusia. Dia mengatakan, hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan; yang kemudian menjadi pandangan hidup hedonisme.

              Hedonisme dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitu personal, keluarga, dan sosial. Faktor personal lebih banyak didorong oleh motif individu untuk mengejar kesenangan. Perilaku hedon dan hidup mewah semata untuk memenuhi keinginan, bukan karena kebutuhan.

              Keluarga turut mendukung seseorang untuk berperilaku hedon. Proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai dari keluarga akan membentuk seseorang menjadi hedonis. Ketika seorang anak melihat orang tuanya hidup berfoya-foya di luar kebutuhan hidupnya, maka sang anak akan mengikuti jejak orang tuanya.

              Lingkungan sosial juga berperan membuat orang menjadi hedonis. Persaingan kepemilikan di lingkungan tempat tinggal seseorang akan membuat orang saling berlomba agar dianggap setara. Apa yang dimiliki tetangga harus dimilikinya juga.

              Hedonisme sesungguhnya bukan hanya didominasi kelompok ekonomi atas. Masyarakat kelas menengah dan bawah pun memiliki potensi hedonisme. Sepanjang orang membeli sesuatu yang bernilai mewah dan mahal hanya untuk keinginan semata, maka dia sudah masuk kategori hedonis.

              Bagi masyarakat bawah, hedonisme merupakan lompatan dari motif fisiologis ke motif penghargaan diri. Orang akan bangga bila dihormati dan dihargai oleh tetangga, karena mampu membeli sesuatu yang mewah untuk ukuran mereka.

              Tidak heran jika kelas menengah dan bawah juga ikut-ikutan belanja barang secara online, baik makanan maupun pakaian. Orang yang secara ekonomi lemah dan tinggal di pemukiman kumuh mengadakan resepsi bagi pernikahan anaknya. Dia pun menanggap musik organ tunggal sebagai hiburan. Meski untuk itu semua ia harus berhutang kepada orang lain atau rentenir.

              Peran Media

              Media adalah teman dekat sekaligus pendukung hedonisme. Dan hedonisme adalah sekutu akrab kapitalisme. Karenanya media, hodonisme, dan kapitalisme merupakan tiga serangkai yang berangkulan mesra.

              Kata kunci media sebagai pendukung kapitalisme adalah “produksi”. Semua berita, film, sinetron, kuis, talk show, reality show, dan iklan harus berorientasi pada produksi. Sehingga ada produksi berita, ada pula produksi hiburan.

              Hedonisme bisa masuk ke semua hasil produksi media. Berita televisi tentang liputan ke rumah pejabat negara yang bergelimang barang-barang mewah merupakan contoh hedonisme yang dikemas dalam produksi berita.

              Acara televisi maupun konten media sosial tentang gaya hidup artis yang glamour justru menjadi produksi hiburan di media. Sepanjang mendatangkan iklan dan mendongkrak rating, maka hedonism di media ini akan tetap dipertahankan.

              Tak luput, gaya hidup tokoh dan pemuka agama juga menjadi bagian dari produksi media. Betapa tidak; tokoh agama yang dalam program ceramahnya di televisi senantiasa menganjurkan kesahajaan, tampil di program lain dengan koleksi  rumah dan mobil mewahnya.

              Bukan berarti media tidak peduli dengan kesederhanaan. Tetapi khalayak media jugalah yang dengan suka cita mengkonsumsi produk hedonisme itu. Kemewahan yang mestinya menjadi konsumsi personal, berpindah menjadi konsumsi pasar. Itulah persekongkolan hedonisme dan kapitalisme media.

              Televisi dan media komunikasi lain memang punya andil besar bagi perilaku hedon. Setiap tingkah laku orang adalah duplikasi kesekian kali dari tayangan televisi setiap hari. Batas antara yang maya dan yang nyata menjadi kabur, karena media menjadi model simulasi perilaku (Hikmat Budiman, 1997)

              Bahkan media komunikasi mampu memproduksi hyperrealitas. Yaitu leburnya batas antara yang nyata dan yang tidak. Masyarakat akan menganggap apa yang ditayangkan media lebih nyata dari yang benar-benar nyata. Peran dokter yang ganteng, pengusaha yang tajir, tokoh agama yang alim, maupun istri yang setia di sinetron televisi menjadi hiperrealitas; lebih nyata dari yang nyata.

              Hidup di era kepungan media memang tragis. Batas antara kemewahan dan kemiskinan semakin tipis ketika menjadi produk media. Bahkan batas antara baik dan buruk pun semakin tak jelas, ketika doa dan ceramah agama menjadi produk kapitalisasi media.

                                                                                      ***

Menggagas Pariwisata di Ibu Kota Negara

Banyak harapan tertuju pada Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur. Dua kabupaten yang bakal menumpu IKN adalah Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara. Ibu Kota Negara yang baru itu digadang akan mengubah orientasi pembangunan menjadi Indonesia-Sentris.

              Wilayah IKN juga memiliki segudang potensi pariwisata yang dapat dikembangkan sebagai destinasi wisata. Jika direncanakan dan dikelola dengan baik, IKN dapat menjadi destinasi wisata yang melengkapi keberadaan Raja Ampat, Labuhan Bajo, maupun Bali. Bahkan, IKN menghadapi tantangan untuk menjadi destinasi wisata baru menggantikan Jakarta.

              Tidak luput Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pun menggagas IKN sebagai destinasi wisata baru di Indonesia. Melaui siaran pers bertajuk  “Sejuta Pesona Surga Destinasi Wisata di IKN Kota Dunia untuk Semua”, IKN diproyeksikan menjadi sebuah  Future Smart Forest City of Indonesia.

Gagasan Kemenparekraf untuk merancang pengembangan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di IKN perlu dirumuskan secara hati-hati serta dibarengi dengan  regulasi untuk mengantisipasi berbagai dampak yang ditimbulkan. Meski begitu gagasan tersebut perlu disambut baik, karena pariwisata di IKN mengacu pada konsep eko wisata dan wisata budaya ( culture and nature).

Potensi

Selain dikenal dengan hutannya yang asri, Kalimantan Timur juga merupakan provinsi yang kaya akan keindahan alam dan budaya. Sejumlah objek wisata dapat dijumpai di Kalimantan Timur, mulai dari hutan, gunung, bukit, pantai, dan gua. Begitu pun dengan potensi budayanya.

Mengutip Kaltimtoday.co (28/10/2023), sedikitnya ada sembilan destinasi wisata di sekitar IKN yang dapat dikunjungi wisatawan. Pertama, Gua Tapak Raja yang terletak sekitar 30 kilometer dari Titik Nol IKN. Selain cocok sebagai destinasi wisata alam, gua ini juga menyimpan sejarah.

Kedua, Desa Wisata Mentawir yang terletak di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara. Desa wisata ini merupakan ekowisata yang menyajikan hutan mangrove , arung jeram, hutan tropis, dan hutan bambu.

Ketiga, Gunung Parung yang terletak di sebelah Timur Laut IKN. Destinasi ini dapat menjadi pilihan bagi wisatawan yang memiliki hobi mendaki. Hutan di Gunung Parung masih terjaga keasriannya, dengan sensasi melihat seluruh area IKN dari atas puncaknya.

Air Terjun Tembinus merupakan destinasi wisata keempat di dekat IKN. Wisata alam ini tepat bagi wisatawan yang ingin healing dan menyatu dengan alam. Destinasi ini dapat menjadi alternatif bagi wisatawan yang bosan dengan keramaian.

Destinasi kelima adalah Bukit Bengkirai. Destinasi wisata hutan ini biasa digunakan untuk trekking dan menjelajah alam. Terletak di Kabupaten Kutai Kertanegara, Bukit Bengkirai juga menyediakan berbagai wahana, seperti flying fox, swing line, wall climbing, dan jembatan jaring.

Keenam, Pantai Tanah Merah yang terletak di Tanjung Harapan, Kabupaten Kutai Kartanegara. Pantainya eksotis, pasirnya yang putih, dan pohon cemara tumbuh di sepanjang pesisir. Perairannya dangkal, sehingga aman untuk berenang bagi wisatawan.

Ketujuh, Desa Budaya Pampang yang merupakan desa adat suku Dayak Kenyah. Seni tari tradisional menjadi salah satu daya tarik wisata. Aksesibilitasnya sangat mudah, karena terletak di Kecamatan Samarinda Utara.

Potensi kedelapan adalah Pantai Nipah-Nipah. Banyak terdapat spot untuk berswafoto bagi wisatawan. Pemandangan laut dan pasir pantainya memukau bagi wisatawan. Letaknya juga tidak terlalu jauh dari IKN.

Kesembilan, IKN memiliki wisata edukasi berupa Konservasi Beruang Madu. Destinasi ini merupakan Kawasan Wisata Pendidikan Lingkungan Hidup. Beruang Madu termasuk satwa langka dan menjadi maskot bagi Kota Balikpapan.

Hati-Hati

              Prinsip kehati-hatian dan regulasi diperlukan mengingat pengembangan pariwisata di satu daerah baru akan dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Ada empat hal yang patut mendapat perhatian dalam pengembangan pariwisata di IKN.

              Pertama, pariwisata adalah industri yang sangat berorientasi pada investasi dan pasar. Konsekuensinya, para pengusaha akan berupaya investasi untuk sektor wisata di IKN. Jika tidak dibarengi dengan adanya regulasi, maka investasi sektor pariwisata di IKN bisa tidak terkendali. Artinya, hotel, restoran, dan objek wisata baru akan bermunculan. Jika tidak dikendalikan justru akan berdampak pada kerusakan lingkungan.

              Kedua, persoalan lahan, air, dan polusi udara perlu menjadi pertimbangan. Ketika pariwisata di IKN berkembang pesat, maka akan muncul persoalan yang justru berkaitan dengan lingkungan, seperti kemacetan lalu lintas, pencemaran air dan polusi udara. Perlu dipikirkan bentuk moda transportasi yang ramah lingkungan di IKN.

              Ketiga, pariwisata yang dikembangkan di daerah baru biasanya akan menimbulkan dislokasi budaya. Nilai-nilai dan budaya masyarakat setempat akan berhadapan dengan nilai-nilai dan budaya wisatawan. Jika tidak diantisipasi akan berdampak pada pudarnya nilai dan budaya masyarakat di IKN. Oleh karenanya, ekowisata wisata budaya yang hendak dikembangkan justru harus dapat melestarikan budaya setempat.

              Keempat, sebagai destinasi wisata, IKN akan menjadi tujuan baru wisatawan domestik dan mancanegara. Apabila tidak dilakukan kebijakan kunjungan wisata, maka dapat membuat IKN menjadi menjadi destinasi wisata yang padat dan semrawut. Untuk itu pengembangan pariwisata di IKN lebih tepat berorientasi pada pariwisata berkualitas. Bukan pariwisata massal.

              Untuk menjawab empat hal tersebut diperlukan rancang bangun atau cetak biru pariwisata IKN yang berangkat dari potensi dan kearifan lokal. Bukan destinasi pariwisata yang hanya meniru daerah atau negara lain.

                                                                        ***